MSNews.com, Madiun — Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) memberikan penjelasan terkait masih terjadinya hujan di sejumlah wilayah Indonesia meskipun secara kalender musim, negara ini telah memasuki musim kemarau. Kondisi ini dinilai sebagai fenomena alam yang masih tergolong normal dalam transisi antar musim.
Kepala BMKG Dwikorita Karnawati menjelaskan bahwa salah satu penyebab utama hujan di musim kemarau adalah pengaruh dinamika atmosfer yang masih aktif, termasuk keberadaan gelombang atmosfer dan sirkulasi siklonik di sekitar wilayah Indonesia.
“Masih aktifnya gelombang atmosfer seperti gelombang Kelvin, gelombang Rossby Ekuator, dan gelombang Madden Julian Oscillation (MJO) menyebabkan peningkatan pertumbuhan awan hujan,” ujar Dwikorita dalam keterangan resmi BMKG, pada Rabu (15/05/2025) kepada Media MSNews.

Selain itu, BMKG mencatat adanya potensi bibit siklon tropis yang terbentuk di sekitar Samudra Hindia dan Laut China Selatan. Kondisi ini memicu pertemuan angin (konvergensi) dan belokan angin (shearline) yang mendukung terbentuknya awan-awan konvektif penyebab hujan.
Di beberapa wilayah, kelembapan udara di lapisan atmosfer atas juga tercatat masih tinggi, yang berarti udara cukup jenuh untuk membentuk awan hujan meski berada di awal musim kemarau.
“Musim kemarau tidak berarti tanpa hujan sama sekali. Masih ada potensi hujan terutama pada awal-awal masa transisi,” tambahnya.
BMKG mengimbau masyarakat untuk tetap waspada terhadap potensi cuaca ekstrem, termasuk hujan lebat disertai petir dan angin kencang yang masih mungkin terjadi meskipun Indonesia sudah memasuki musim kemarau di sebagian besar wilayah.

Pemerintah Daerah dan warga diharapkan terus memantau informasi dan peringatan cuaca dari BMKG guna mengantisipasi dampak yang mungkin timbul, khususnya bagi sektor pertanian, perikanan, dan transportasi.
Ke depan diharapkan kepada Pemda setempat selalu mensosialisasikan program tanggap darurat bencana di segala lapisan masyarakat. (B M)