Pendidikan

Ada DAMAI di Bintuni, untuk Apa Berpaling Pilih yang Lain

86
×

Ada DAMAI di Bintuni, untuk Apa Berpaling Pilih yang Lain

Sebarkan artikel ini

Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) serentak tahun 2024 semakin dekat. Suhu politik mulai panas. Antar bakal calon, termasuk kubu pengusung dan pendukung mulai “perang” statmen. Ada yang menilai pasangan calon lawan sosok kurang merakyat.

‘Kurang merakyat” dalam hal ini harus ada penjelasan. Minimal ada alat ukur sederhana untuk membenarkan statmen itu. Orang dikatakan tidak merakyat apakah karena jarang kumpul bersama masyarakat, atau ada “meteran” lain untuk mengukur maksud dari “kurang merakyat” itu.

Setiap orang bisa berbeda menjelaskannya. Yang pasti, arti “merakyat” bukan sekadar dekat secara fisik. Bukan pula sekadar menghambur “peluru” 100 ribu, 500 ribu atau mungkin satu juta rupiah sebagai wujud kasih/sedekah kepada orang, meski itu juga bentuk kedekatan.

“Merakyat” bukan sesederhana itu. Jika salah memaknai, “merakyat” justru berubah makna jadi pencitraan yang buruk karena ada tujuan terselubung. Tersembunyi di balik tirai hitam gelap. “Merakyat” dan pencitraan yang buruk kadang hanya terbatasi garis tipis.

Orang benar-benar “merakyat”, jika yang dilakukan sejalan dengan kehidupan keseharian. Bukan “merakyat” hanya karena jadi kontestan pilkada demi promosi merek kandidat. Tiba-tiba suka bergaul, tiba-tiba jadi “Superman” penolong orang pung susah. Itu pencitraan yang vulgar, meski tidak salah. Rakyat harus waspada dengan kandidat seperti ini. Hati-hati dengan tipu daya.

Semoga orang yang dinilai kurang “merakyat” itu bukan bakal calon bupati Teluk Bintuni, Daniel Asmorom SH, MM dan pasangannya bakal calon wakil bupati Dr. Drs. Alimudin Baedu MM.

Sebagai politisi, Daniel Asmorom jelas dekat dengan rakyat. Itu pasti dan tak terbantahkan. Yang menarik justru sosok Alimudin Baedu karena ia birokrat, bukan politisi.

Penulis mengenal Pak Ali -panggilan Alimudin Baedu- sejak tahun 2007, saat mengadu nasib di Bintuni. Saat itu, Pak Ali menjabat Sekretaris Bappeda di kabupaten kaya itu. Kami sering bertemu. Orangnya ramah, tanpa jarak dengan orang. Dan layaknya orang Bugis, pak Ali pun begitu rajin menjalankan syariat agama.

Pak Ali juga dekat dengan masyarakat. Suka membantu orang. Hanya saja, terkadang terkendala waktu untuk bertemu orang. Itu karena tugasnya sejak menjabat Sekretaris hingga Kepala Bappeda yang sudah tentu padat. Sebagian besar waktunya habis untuk kerja di kantor.

Sebagai Kepala Bappeda, ia otak pembangunan Kabupaten Teluk Bintuni. Program pembangunan digodok di kantornya, dibawah kendalinya. Kemudian disodorkan ke bupati untuk mendapat masukan/petunjuk/revisi sekaligus persetujuan atas semua program yang telah disusun.

Untuk mengukur keberhasilan Pak Ali itu cukup mudah. Selama ia menjabat, bagaimana perkembangan kemajuan pembangunan Teluk Bintuni. Komplek kantor Bupati berdiri megah. Sekolah dan kesehatan gratis. Belum lagi pembangunan sektor lainnya.

Tentu tidak adil jika semua keberhasilan itu diklaim hanya karya Pak Ali seorang. Pemerintahan itu sebuah sistem kerja yang melibatkan banyak orang, institusi, dan utamanya dukungan masyarakat.

Dengan semua pengalaman yang ia miliki, sangat layak dan tepat jika saat ini pak Ali maju menjadi bakal calon wakil bupati mendampingi calon bupati Pak Daniel Asmorom. Dua tokoh sangat berpengalaman dibidangnya masing-masing. Pasangan yang sangat pas, serasi, saling melengkapi.

Masyarakat Teluk Bintuni harus cerdas memilih pemimpinnya demi masa depan daerah dan masyarakat itu sendiri. Jangan tergoda permen karet yang manisnya hanya sesaat. Sudah ada Pak Daniel Asmorom – Pak Alimudin Baedu (DAMAI), untuk apa berpaling pilih yang lain. (angleng ken/pemred papua88.com)